Bab 249
Bab 249 Berani Menyinggung Tokoh Hebat Bertemperamen Buruk
Pergerakan Ardika benar–benar terlalu cepat.
Hanya dalam sekejap mata, semuanya sudah berakhir.
Saking cepatnya, Rohan sama sekali tidak bereaksi.
Saat dia tersadar kembali, dia mendapati dirinya sudah dalam posisi berlutut dengan tegak di lantai.
Kalau dibandingkan dengan rasa sakit yang menjalar di wajahnya, penghinaan besar yang dirasakannya ini jauh lebih menyakitkan baginya.
Namanya adalah Rohan. Dia adalah teman Billy. Baik di dunia pemerintahan. maupun di dunia preman Kota Banyuli, selain kepala keluarga tiga keluarga besar dan segelintir tokoh hebat, siapa pun yang bertemu dengannya harus
memanggilnya Tuan Rohan dengan hormat.
Namun, saat ini dia malah ditampar hingga terpental dalam posisi berlutut di lantai
oleh Ardika.
Kalau sampai kejadian hari ini tersebar luas, harga dirinya pasti akan hancur!
“Ardika, beraninya kamu memukul wajahku, beraninya kamu memukul wajahku!”
Saking kesalnya, Rohan berteriak pada Ardika dengan marah. Nada bicaranya. dipenuhi dengan kebencian yang mendalam.
Ardika melirik pria tua itu, lalu berkata dengan acuh tak acuh, “Dengan
mengandalkan latar belakangmu yang nggak seberapa itu, kamu nggak melihat
orang lain sebagai manusia. Kamu sendiri yang nggak tahu malu, jadi jangan.
salahkan orang lain menampar wajahmu.” This content © Nôv/elDr(a)m/a.Org.
Selesai berbicara, dia langsung berjalan keluar ruangan.
“Minggir sana!”
Sekujur tubuh Tarno langsung gemetaran. Secara naluriah, dia membuka jalan
untuk Ardika.
Dia menatap Ardika dengan tatapan ketakutan. Tatapan arogan sebelumnya sudah menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Ardika melenggang keluar dengan santai dari ruang istirahat VIP.
“Tuan Rohan, Tuan baik–baik saja, ‘kan?”
Tarno buru–buru menghampiri dan memapah Rohan.
“Plak!”
Rohan melayangkan tamparan ke wajah pria itu.
“Coba kamu yang ditampar oleh orang lain! Apa kamu akan baik–baik saja?! Dasar pecundang! Kenapa dia menyuruhmu minggir, kamu langsung minggir?! Siapa yang mengizinkanmu untuk membiarkannya pergi begitu saja?!”
Sambil memegang wajahnya, Rohan berteriak dengan marah, “Suruh anak buahmu halangi dia. Hari ini, aku akan membunuhnya. Aku sendiri bahkan nggak tahu sudah berapa lama aku nggak ditampar oleh orang lain. Kalau hari ini aku nggak membunuhnya, harga diriku pasti akan hancur!”
Tarno berkata dengan ekspresi kesulitan, “Tapi, bocah itu sangat pandai berkelahi. Pengawal Tuan saja bukan tandingannya.”
Rohan menatap lawan bicaranya dengan tatapan dingin dan berkata, “Halangi dia dulu. Lagi pula, ada begitu banyak orang di showroom ini. Apa mungkin dia bisa melawan begitu banyak orang sendirian? Kalau benar–benar nggak bisa, tabrak mati
saja dia!”
Begitu mendengar ucapan Rohan, sekujur tubuh Tarno langsung gemetaran. Dia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun lagi.
Dia segera mengeluarkan ponselnya dan memerintahkan anak buahnya untuk menghalangi Ardika.
Saat ini, pengawalnya yang memapah pengawal yang sudah dilumpuhkan oleh Ardika tadi kembali memasuki ruangan. Begitu melihat bekas lima jari di wajah
Rohan, dia sangat terkejut..
“Tuan Rohan, ini ….
Tidak melihat sosok bayangan Ardika di dalam ruangan, dia langsung mengerti.‘ Pasti idiot itu yang sudah menampar Tuan Rohan.‘
Rohan berkata dengan dingin, “Panggil semua anak buah Billy ke sini. Hari ini aku
akan membunuh orang!”
Merasakan kebencian yang mendalam pada nada bicara majikannya, pengawal itu segera menganggukkan kepalanya.
Berani menyinggung tokoh hebat bertemperamen buruk, hari ini idiot itu pasti akan
mati!
“Handoko, kembalilah ke sini. Sudah saatnya kita pulang.”
Di luar toko Ferrari, Ardika sama sekali tidak menganggap serius kejadian tadi.
Dengan santai, dia menelepon Handoko yang sedang mencoba mengendarai mobil balap barunya. Kemudian, dia bersiap untuk mengendarai Maserati Quattroporte yang dibelinya untuk Luna pulang ke rumah.
‘Ruang dua mobil balap ini terlalu sempit. Kelak kalau Ayah ingin keluar, sangat
merepotkan. Sepertinya aku harus membeli sebuah mobil dengan ruang yang agak
luas, pikir Ardika.
Tiba–tiba!
Sekelompok besar orang muncul dari segala arah dan mengepung Ardika. Jumlah
orang–orang itu lebih dari seratus orang.
Mereka semua memelototi Ardika.
Selain lebih dari seratus orang itu, ada puluhan mobil balap, mobil mewah dan mobil
biasa lainnya yang berjaga di sekitar showroom, seolah–olah sedang menghalangi
Ardika untuk melan diri.
“Kenapa? Kalian nggak mengizinkanku pergi?”
Ardika melirik orang–orang itu sejenak. Dia tidak terburu–buru pergi, melainkan bersandar di kursi mobilnya dengan rileks dan menatap orang–orang itu dengan tatapan dingin.
“Semuanya, kalian sudah lihat sendiri, ‘kan? Berani–beraninya orang ini mencuri mobil di Showroom Mobil Neptus di siang bolong. Tuan Rohan memerintahkan untuk menangkap pencuri ini. Baik target lumpuh maupun mati, Tuan Rohan yang bertanggung jawab!”
Tiba–tiba, Tarno berjalan keluar dari dalam toko dan menatap Ardika dengan
tatapan tajam.
‘Hah, sejak kapan aku menjadi pencuri mobil?‘
Sorot mata Ardika berubah menjadi makin dingin. “Tarno, beri tahu Rohan si tua bangka itu, kalau dia ingin membunuhku, silakan datang saja, nggak perlu mengarang alasan nggak masuk akal seperti ini.”