Menantu Pahlawan Negara

Bab 216



Bab 216 Parasit

*Ardika, kamu mau memelukku seperti ini sampai kapan?”

Beberapa saat kemudian, Luna memutar matanya kepada Ardika dengan wajah dan telinga memerah.

Tidak hanya memeluknya dengan erat, tangan Ardika juga mulai bergerak dengan liar.

“Walau memelukmu seumur hidupku, tetap nggak cukup bagiku, hehe ….*

Akhirnya, Ardika melepaskan pelukannya. Dia menghirup aroma rambut istrinya, seolah enggan melepaskannya.

Namun, dia juga tahu dia tidak boleh bertindak keterlaluan.

Paling tidak hari ini dia dan Luna sudah melakukan kontak intim seperti ini untuk pertama kalinya. Ini adalah awal yang baik.

Kemudian, Luna duduk di tempat duduknya dan mulai fokus mengerjakan pekerjaannya. Dari waktu ke waktu, dia memanggil para petinggi perusahaan yang baru dia promosikan untuk mendiskusikan tentang pekerjaan.

Sekarang, dia sudah menduduki posisi manajer umum di Perusahaan Agung Makmur. Dia bertanggung jawab penuh atas semua urusan perusahaan. Karena itulah, dia menjadi jauh lebih sibuk dan lelah dibandingkan sebelumnya.

Namun, Luna sangat menikmati peran barunya ini.

Dia bisa fokus mengerjakan pekerjaannya tanpa ada gangguan, sensasi seperti ini benar-benar sangat menyenangkan.

Ardika tidak mengganggunya, pria itu hanya menunggunya pulang sambil bermain ponsel di ruang istirahat sebelah.

*Sudah jam pulang kerja, ayo kita pulang.”

Tidak tahu tepatnya jam berapa, Luna membuka pintu ruang istirahat dan memanggil Ardika.

Ardika segera mengendarai mobil dan mengantar Luna pulang ke Vila Cakrawala.

“Kak Luna, Kak Ardika, kalian sudah pulang, ya!”

Handoko sedang berjongkok di luar pintu dengan bosan. Begitu melihat kakak dan kakak iparnya sudah pulang, dia langsung berdiri dengan ekspresi senang. “Aku sudah melihat berita. Kak Ardika, kamu benar-benar sangat hebat. Aku tahu nggak ada masalah yang nggak bisa kakak iparku ini selesaikan!”

*Handoko, kamu jangan menyanjung kakak iparmu lagi. Kalau nggak, kepalanya akan makin besar.”

Luna memelototi adiknya, tetapi dalam lubuk hatinya, sesungguhnya dia sangat senang.

Sebelumnya, dia masih khawatir setelah Handoko pulang ke rumah, adik satu-satunya ini tidak menyukai Ardika dan membuat keributan

di rumah.

Bagaimanapun juga, Ardika adalah suaminya. Berbeda dengan orang luar, kalau adik kandungnya juga memandang rendah Ardika, tentu saja dia akan merasa jauh lebih sedih.

Namun, kalau dilihat dari reaksi Handoko sekarang, sepertinya dia sudah mengkhawatirkan hal yang tidak perlu dia khawatirkan.

“Siapa bilang aku menyanjungnya? Aku hanya berbicara jujur!” kata Handoko sambil menatap Ardika dengan tatapan kagum.

Dalam lubuk hati pemuda polos itu, kakak iparnya adalah sosok tokoh hebat yang serbabisa.

Ardika tertawa, lalu bertanya pada Handoko, “Kenapa kamu berjongkok di luar sini? Apa kamu nggak merasa dingin?”

“Viktor dan orang tuanya datang berkunjung. Melihat mereka saja sudah membuatku merasa muak!” kata Handoko dengan kesal.Nôvel(D)ra/ma.Org exclusive © material.

Luna mengerutkan keningnya seolah tampak tidak senang dan berkata, “Kenapa mereka datang ke sini?”

Luna tidak memiliki kesan baik pada Viktor Lasman dan orang tuanya.

“Apa mereka adalah kerabat kita?” tanya Ardika dengan penasaran. Dia baru pertama kali mendengar nama Viktor.

“Kerabat apaan? Mereka hanya parasit keluarga kami!”

+15 BONUS

Luna buru-buru menghentikan adiknya. “Handoko, jangan bicara sembarangan. Hati-hati didengar oleh mereka.”

*Hei, Handoko, kamu mengatai siapa parasit?!*

Tepat pada saat ini, tiba-tiba seorang pemuda yang sedang menggigit rokok muncul di depan pintu. Begitu mendengar ucapan Handoko, ekspresinya langsung berubah menjadi muram.

Melihat Viktor tiba-tiba muncul, ekspresi Luna dan Handoko berubah.

“Kenapa tadi kamu bicara sembarangan?!”

Setelah memarahi Handoko dengan suara rendah, Luna mengalihkan pandangannya ke arah Viktor dan memberi penjelasan pada pemuda itu. “Viktor, kamu salah dengar. Kami nggak membahas tentangmu. Handoko bilang saat dia makan di luar, dia mendapati ada

ulat parasit dalam makanannya.”

Ardika baru pertama kali melihat Luna begitu takut pada seseorang.

Selain itu, Handoko juga mengatupkan bibirnya dengan rapat dan sama sekali tidak berani bersuara.

“Omong kosong! Jangan pikir aku nggak mendengar omongan kalian!”

Viktor mendengus, lalu melemparkan rokoknya ke tanah dan menginjak-injaknya. Setelah itu, dia memelototi Luna dan Handoko.” Memang kenapa kalau kami menjadi parasit? Aku senang menjadi parasit keluarga kalian, aku akan menguras habis apa pun yang dimiliki oleh keluarga kalian seumur hidup. Siapa suruh kalian berutang pada keluargaku?!”

Melihat pemuda itu melontarkan kata-kata kasar, Ardika sudah tidak bisa mendengarnya lebih lama lagi. Dia berkata dengan dingin, “Apa

utang keluarga mereka pada keluargamu? Aku akan membayarnya!”

“Kamu yang akan membayarnya?”

Viktor mengamati Ardika dari ujung kepala ke ujung kaki, lalu tertawa dingin.

*Oke, kalau begitu kamu ambil pisau dan penggal lehermu sendiri!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.