Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 685



Bab 685

Tidak ada yang lebih tahu dari Naufan betapa obsesinya Ellia kepada dirinya. Hingga sekarang, Naufan masih ingat ekspresi Ellia yang sedang membawa pulang lukisan dan porselen antik dari berbagai tempat lelang dan meletakkannya di depannya.

Dengan sikap arogan yang melekat sejak lahir, Ellia berusaha keras menahan diri demi Naufan, tetapi sudut mulutnya masih tidak bisa berhenti terangkat.

“Naufan, lihatlah lukisan karya Pak Zodi ini. Aku menghabiskan banyak tenaga untuk mendapatkannya.”

Pada saat itu, mata Ellia masih berkedap–kedip seperti ada bintang di dalamnya dan bersinar seperti cahaya matahari.

“Kapan dia mulai berubah?” tanya Naulan dalam hatinya. NôvelDrama.Org holds text © rights.

Sikap Ellia yang dulu terasa seperti terik matahari itu kini berubah menjadi bulan terang yang dingin. Naufan menyadari di mata Ellia sekarang tidak ada jejak mencintainya sampai tergila–gila.

Naufan juga tidak menyangka Ellia dengan santai mengatakan akan menjual barang–barang itu dengan harga murah.

“Ellia!” teriak Naufan dengan marah.

Ellia menatapnya dengan malas dan berkata, “Kamu punya masalah dengan aku menjual barangku

sendiri?”

Tidak menunggu Naufan menjawab, Ellia menambahkan dengan suara dingin, “Kalaupun ada masalah,

itu urusanmu sendiri! Aku beli dengan uangku sendiri, jadi nggak ada hubungannya denganmu.”

Setelah mengatakan itu, Ellia langsung pergi tanpa menoleh.

Sambil menatap Ellia yang berjalan pergi itu, hati Naufan terasa rumit.

Jesika tahu apa yang dipikirkan Naufan. Naufan memang seperti itu, dulu dia tidak menghargai apa

yang didapatkan dengan mudah. Sekarang dia mulia merasa tidak nyaman ketika melihat Ellia tidak

memiliki perasaan untuknya.

“Kak Naufan, Kak Ellia marah padaku, ya? Bagaimana kalau kita tinggal di kamar di atas saja? Aku

merasa kamar di atas juga bagus.”

“Nggak perlu. Kalau kamu suka kamar ini, kita tinggal di kamar ini.” Naufan menenangkan Jesika dan menghilangkan perasaan aneh di dalam hatinya.

Jesika berkata dengan sedan, “Nanti aku akan minta maaf pada Kak Ellia.”

*Jangan pedulikan dia, sifatnya memang buruk seperti itu,” ujar Naufan dengan dingin.

Jesika tersenyum di dalam pelukan Naufan. Setelah menunggu begitu lama, dia akhirnya mendapatkan apa yang diinginkannya.

Hanya tinggal selangkah lagi, yaitu mengusir Ellia dari rumah ini dan menjadi Nyonya Irwin yang sah.

Saat kembali ke kamar, Selena baru tahu apa yang terjadi dan segera menghibur Ellia, “Ibu nggak apa- apa, ‘kan?”

“Nggak apa–apa. Setiap lukisan di kamar itu seperti mengejek betapa bodohnya diriku saat itu. Aku dari awal sudah tidak ingin tinggal di sana. Tapi aku juga nggak ingin bermurah hati kepada para berengsek itu. Saat aku ada waktu, aku akan menjual semuanya.”

Setelah memastikan bahwa Ellia tidak sedikit pun merasa sedih, Selena baru merasa lega. “Kakek meminta kita untuk bekerja sama dengan Harvey. Kita hanya perlu bertindak sambil mengamati situasi, jangan sampai membuat orang itu menjadi lebih waspada. Harvey sedang mengejar dalang kejadian itu dan kemungkinan ada hubungan dengan William.”

Sorot mata Ellia meredup dan dia berkata, “Benar–benar ibu dan anak yang seperti ular berbisa. Aku sudah menduga kejadian ini pasti ada hubungan dengannya!”

“Dia menggunakan Al untuk mengubah wajah di video itu, membuat kita percaya bahwa Harvey ada di

tangannya. Mungkin saat itu, lokasi di sana sangat kacau sampai membuatnya mengira Harvey sudah mati. Karena inilah dia berani datang kemari dengan begitu arogan.)

“Sekarang kita nggak tahu apa rencana Harvey, jadi hal ini cukup kita bertiga tahu saja, jangan

mengganggu rencana Harvey.”

“Aku mengerti, Bu.”

Selena mengangguk dengan patuh. Yang penting baginya adalah Harvey baik–baik saja.

Mereka tidak tahu siapa yang dalang itu, jadi tidak punya pilihan lain selain mengikuti alur.

“Ibu, apakah Ibu sungguh akan tidur di sini malam ini?”

“Kenapa? Takut tempat tidurmu nggak cukup besar?”

“Tentu saja bukan. Aku hanya khawatir Ibu nggak terbiasa.”

Ellia mengelus kepala Selena sambil berkata, “Ibu punya seorang putri seumuran denganmu, tetapi dia

sudah meninggalkan Ibu. Jujur saja, Ibu memperlakukanmu seperti putri kandung sendiri, jadi jangan sungkan untuk meminta apa pun pada Ibu.”

Selena mengangguk. Dia sedikit agak ragu, tetapi mengapa dia merasa sorot mata Ellia ada sedikit rasa

bersalah?


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.