Menantu Pahlawan Negara

Bab 319



Bab 319 Edrik Lotoka

Tidak menyukai Desi mengucapkan kata–kata tidak enak didengar, Luna berkata dengan tidak senang. “Ibu, jelas–jelas kami nggak melakukan kesalahan apa pun. Atas dasar apa Ardika harus pergi meminta maaf? Lagi pula, Ardika sudah meminta Claudia untuk memberi kesaksian atas kasus ini, nggak lama lagi kasus ini akan

berakhir.”

“Di saat seperti ini, kamu masih saja membelanyal”

Desi berkata dengan amarah yang bergejolak, “Keluarga Buana saja sudah hampir membuatmu masuk ke penjara. Kalau sampai menyinggung tiga keluarga besar, apa yang akan terjadi padamu? Apa kamu mau membuat kami mencemaskanmu lagi? Lagi pula, dia hanya perlu meminta maaf, nggak akan terluka!”

Luna masih hendak mengucapkan sesuatu, tetapi Ardika menghentikannya.

Dia melirik Tina, lalu tertawa dingin dan berkata, “Kalau begitu, Tina kamu urus saja. Aku mau lihat saat itu tiba siapa yang akan meminta maaf kepada siapa!”

Ardika benar–benar sangat kesal pada Tina.

Dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menunjukkan kemampuannya dan memberikan tamparan keras untuk wanita itu, agar ke depannya wanita itu tidak berani memandang rendah dirinya lagi.

*Cih, jelas–jelas aku berbaik hati. Dasar nggak tahu diri!”

Tina mendengus. Kalau bukan demi Luna, hanya melihat sikap Ardika saja, dia tidak akan ikut campur dalam hal ini lagi.

Dia sama sekali tidak menganggap serius ucapan Ardika. Dia hanya beranggapan Ardika memedulikan harga

dirinya dan keras kepala.

“Edrik, bantu aku hubungi Kresna, kepala Bank Banyuli dan yang lainnya….”

Tina langsung menelepon seseorang dan menyampaikan rencananya sebagai penengah dalam kasus Kresna

dan Luna.

Sama dengan Tina, Edrik Lotoka adalah putra angkat Alden. Di Grup Lautan Berlian, kedudukan Edrik setara dengan kedudukan Tina.

Jadi, kalau Edrik yang maju sebagai penengah sama saja dengan Tina yang maju.

Tanpa butuh waktu lama, Kresna dan yang lainnya setuju untuk bernegosiasi, Benar saja, salah satu

persyaratan yang mereka ajukan adalah Ardika harus meminta maaf secara pribadi.

Setelah mendengar Luna adalah sahabat Tina, mereka juga tidak berani mengincar Luna lagi.

Namun, sekarang mereka bertiga masih dirawat inap di rumah sakit. Jadi, mereka meminta Ardika dan yang lainnya untuk bernegosiasi di rumah sakit.

“Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang.”

Tina bangkit, melirik Ardika, lalu berbalik dan berjalan ke luar.

“Ardika, aku akan menemanimu ke sana.”

Dengan mata memerah, Luna bangkit. Dia lebih memilih untuk meminta maaf kepada Kresna secara pribadi daripada membiarkan Ardika yang meminta maaf kepada mereka.

Ardika menghajar Kresna dan yang lainnya demi melindunginya.

“Untuk apa kamu ikut pergi? Kamu nggak boleh ikut pergi! Biarkan Tina dan Ardika yang pergi saja!”

Desi menarik lengan Luna untuk menghentikan putrinya. Dia takut kalau putrinya ikut pergi, putrinya akan membuat masalah lagi demi melindungi Ardika.

“Sayang, kamu tunggu aku di rumah saja. Aku nggak akan tunduk pada mereka.”

Ardika menoleh dan melontarkan seulas senyum pada Luna. Kemudian, dia langsung berbalik pergi tanp menoleh ke belakang.

Dengan menumpangi mobil balap Tina, keduanya langsung berangkat ke rumah sakit. From NôvelDrama.Org.

Sebelum mereka sampai di rumah sakit, seorang pria sudah menunggu di sana. Pria itu tidak lain adalah Edrik yang Tina hubungi tadi.

Melihat kedatangan keduanya, Edrik melirik Ardika dan berkata, “Tina, ini adalah menantu idiot Keluarga Basagita itu? Apa kamu nggak bisa memintanya naik taksi sendiri saja? Kenapa kamu membiarkannya duduk berdampingan denganmu?”

Mobil Tina hanya ada dua tempat duduk, jadi tadi secara otomatis keduanya duduk berdampingan.

Begitu mendengar ucapan Edrik, Ardika sudah menyadari bahwa pria itu menganggap Tina sebagai miliknya, seolah–olah tidak ada seorang pun yang boleh mendekati Tina.

Tentu saja, apa hubungan pria itu dengan Tina bukan urusannya. Namun, nada bicara meremehkan Edrik yang membuatnya tidak senang.

Dia berkata dengan acuh tak acuh, “Kamu nggak perlu khawatir, istriku lebih cantik dibandingkan dia. Jangankan hanya duduk berdampingan dalam satu mobil tinggal di satu atap pun, nggak akan terjadi apa-

apa antara kami.”

Mendengar ucapan Ardika, Tina langsung memelototinya.

Ucapan Ardika itu adalah sebuah bentuk penghinaan baginya.

Sementara itu, ekspresi Edrik langsung berubah menjadi muram. Dia menatap Ardika dengan tatapan tajam dan berkata, “Percaya atau nggak, aku akan mencabik–cabik mulut kotormu itu!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.