Menantu Pahlawan Negara

Bab 280



Bab 280 Seorang Pelayan Penuh Waktu

Ekspresi Melia langsung berubah menjadi muram.

Dia teringat pada saat Kelab Gloris dihancurkan, dia terduduk lemas di hadapan

Ardika dan merasa sangat ketakutan.

Namun, setelah kejadian itu berlalu, dia baru tahu sebenarnya enam orang yang menghancurkan Kelab Gloris miliknya adalah enam jenderal perang anak buah

Romi.

Kalau bukan karena keenam orang ini, hari itu Ardika tidak akan bisa keluar dari Kelab Gloris hidup– hidup.

Jadi, Melia sama sekali tidak takut pada Ardika.

Dia menggandeng lengan Daniel, lalu mencibir dan berkata, “Ardika, berapa banyak

uang yang bisa kamu hasilkan dengan mengangkat–angkat barang seperti ini?

Bagaimana kalau aku merekomendasikan sebuah pekerjaan untukmu? Bagaimana

kalau menjadi pelayan di vila nomor sembilan?”

“Setiap hari, kamu mengepel lantai, membersihkan toilet dan melakukan pekerjaan

rumah lainnya. Aku akan memberimu gaji dua puluh juta per bulan!”

Sementara itu, Daniel yang sedang digandeng oleh wanita cantik juga langsung lupa

diri.

Dia langsung melambaikan tangannya dan berkata, “Karena Nona Melia yang

merekomendasikannya, tentu saja aku terima!”

“Ardika, kamu sudah dengar sendiri, ‘kan? Cepat berterima kasih pada Pak Daniel!” This content belongs to Nô/velDra/ma.Org .

Melia menatap Ardika dengan lekat dan berkata dengan nada menyindir, “Dia

adalah tokoh hebat tim tempur Kota Banyuli. Sebuah kehormatan bagimu bisa

menjadi pelayannya. Kalau bukan aku yang merekomendasikanmu padanya, seorang menantu Keluarga Basagita yang nggak punya apa–apa sepertimu nggak

akan mungkin punya kesempatan sebagus ini!”

Walaupun hanya untuk mengejek Ardika, saat ini Melia benar–benar ingin melihat

adegan Ardika mengepel di dalam vila nomor sembilan.

Hanya dengan begitu, dia baru bisa membalaskan perbuatan pria itu yang telah mempermalukan dirinya sebelumnya.

Awalnya Melia mengira dipermalukan seperti ini, Ardika pasti akan marah besar.

Namun, Ardika tetap terlihat tenang seakan–akan ucapan Melia sama sekali tidak

memengaruhinya.

“Melia, ucapanmu telah mengingatkanku akan sesuatu hal. Mulai hari ini, kamu menjadi pelayan penuh waktu vila nomor sembilan,” kata Ardika sambil tersenyum.

Kebetulan, diperlukan orang untuk menjaga Robin dan istrinya, serta Livy.

Selain itu, juga diperlukan orang untuk membersihkan vila nomor sembilan.

Awalnya, dia berencana meminta Jesika untuk mencari dua orang pelayan, tetapi

sekarang sepertinya tidak diperlukan lagi.

Melia sudah berada di sini.

“Aku adalah Nona Keluarga Lukito! Berani–beraninya kamu menyuruhku menjadi seorang pelayan!” teriak Melia dengan gigi terkatup. Dia benar–benar kesal

mendengar ucapan Ardika.

Dia boleh mempermalukan Ardika, tetapi Ardika tidak boleh mempermalukannya

seperti ini!

“Kalau kamu bukan Nona Keluarga Lukito, kamu nggak akan mendapatkan kesempatan sebagus ini,” kata Ardika dengan acuh tak acuh.

Tiga keluarga besar adalah dalang penyebab kematian Delvin.

Menyuruh anggota tiga keluarga besar melayani keluarga Delvin adalah hal yang

wajar.

Saking kesalnya, Melia tertawa. Kemudian, dia menggertakkan giginya dan berkata, Ardika, kamu pikir kamu sudah hebat bisa berdebat denganku di sini? Setelah aku membelikan vila nomor sembilan ini untuk Pak Daniel, aku nggak peduli kamu bersedia atau nggak, aku akan memaksamu untuk mengepel di dalam vila!”

Ardika sudah menyulut amarahnya. Apa pun yang terjadi, hari ini dia harus memaksa pria itu menjadi pelayan dan mengepel di hadapannya!

“Sudah kubilang, kamu nggak akan bisa membeli vila nomor sembilan. Kalau kamu

nggak percaya, silakan coba saja. Aku akan memberimu cukup waktu!”

Selesai berbicara, Ardika langsung membawa barang–barang bawaan Livy

sekeluarga ke dalam vila.

Jesika dan Arini masih sedang mengajak Keluarga Darma berkeliling di dalam vila. Mereka tidak menyadari keributan di luar.

Di luar vila, Melia tertawa dingin. Dia sama sekali tidak menganggap serius ucapan

Ardika.

Tepat pada saat ini, anak buah Melia membawa Mose, Kepala Bank Napindo

menemui majikannya.

Setelah menunggu Ardika dan yang lainnya pergi, Mose baru pergi. Namun,

sebelum dia sempat keluar dari kompleks vila ini, dia sudah menerima panggilan

telepon dari anak buah Melia.

Begitu mendengar Melia ingin membeli vila, dia tidak berani mengulur–ulur waktu. dan bergegas melajukan mobilnya memasuki kompleks vila.

Tanpa berbasa–basi lagi, Melia berkata dengan nada arogan, “Pak Mose, aku mau. membeli vila nomor sembilan ini. Kamu buka harga saja.”

Sebagai Nona Keluarga Lukito, Mose, seorang kepala bank yang baru naik jabatan

bukan apa–apa di matanya.

Mose tercengang.

Kenapa Melia juga ingin membeli vila nomor sembilan?

Dia buru–buru berkata, “Maaf, Nona Melia. Sebelum kalian datang, vila nomor sembilan ini baru saja dibeli orang. Nona juga lihat sendiri, mereka sudah pindah ke

sini.”

“Kalau begitu, suruh mereka pindah keluar sekarang juga.”

Melia mendengus dan berkata, “Pak Mose, kamu beri tahu pemilik baru vita ini, Melia mau membeli vila nomor sembilan ini. Suruh dia pindah dari sini dalam

waktu satu jam.”

Dia bahkan malas turun tangan sendiri untuk menyelesaikan masalah ini

Bagaimanapun juga, ini hanya sebuah vila yang bernilai ratusan miliar. Pemilik baru vila ini juga bukan sosok tokoh hebat yang perlu Melia turun tangan sendiri.

Namun, ucapan Mose selanjutnya langsung membuatnya marah besar.

“Nona Melia, maaf aku nggak bisa menuruti perintah Nona….”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.