Menantu Pahlawan Negara

Bab 265



Bab 265 Aku yang Menyuruhnya Memukul Ganang

“Bagaimana ini?”

“Viktor ditangkap tepat di hadapan kita. Setelah orang tuanya mengetahui hal ini, pasti akan membuat keributan besar. Mereka pasti akan meminta kita

mengeluarkan uang untuk menyelamatkannya. Tapi, keluarga kita benar–benar nggak punya uang lagi!”

Melihat Viktor diseret keluar oleh anak buah Alvaro, Desi merasa agak panik.

Ardika hanya tersenyum, hal yang Desi khawatirkan ini bukanlah masalah.

Kali ini, dia tidak akan membawa uang untuk menyelamatkan orang lagi.

Namun, dia tetap berkata, “Jangan khawatir, Bu. Semalam aku sudah berdiskusi dengan Bos Alvaro, aku diberi kesempatan untuk mengucapkan beberapa patah kata padanya. Aku coba tanyakan dulu padanya, Ibu tunggu aku di sini, ya.”

Kebetulan masih ada hal lain yang ingin dia sampaikan kepada Alvaro dan tidak boleh didengar oleh Desi.

Selesai berbicara, dia bergegas keluar dari bangsal untuk menemui Alvaro.

“Bos Alvaro, mengenai masalah uang itu

Ganang sedang berdiri berhadapan dengan Alvaro.

Melihat kedatangan Ardika secara tiba–tiba, dia langsung memelototi Ardika dan berkata, “Minggir sana! Apa kamu nggak lihat aku sedang berbicara dengan Bos

Alvaro?!”

Tadi, mendengar penjelasan Ardika di dalam bangsal, dia benar–benar mengira Alvaro datang untuk mencari Viktor.

Dia tidak tahu tadi dia tiba–tiba ditampar oleh Alvaro karena Ardika.

Saat ini, dia tetap memandang rendah Ardika.

Ardika meliriknya, lalu berkata dengan dingin, “Alvaro, tampar dia!”

13

Ganang tertawa dingin dan berkata, “Haha, kamu pikir kamu siapa? Bagaimana mungkin Bos Alvaro menuruti ucapanmu….”

Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Alvaro sudah melayangkan tampaian keras ke wajahnya.

“Dasar sialan! Aku memang menuruti ucapannya!” Belongs to NôvelDrama.Org - All rights reserved.

Selesai berbicara, Alvaro langsung menampar wajah Ganang dengan kedua tangannya seperti sedang bermain bola.

Melakukan hal yang bisa menyenangkan hati Ardika seperti ini, tentu saja dia sangat bersedia melakukannya dengan sangat baik dan memuaskan.

Dihajar oleh Alvaro, Ganang hanya bisa menutupi wajah dan kepalanya.

“Hentikan! Siapa yang mengizinkan kalian memukul orang di rumah sakit?!”

Tepat pada saat ini, terdengar suara penuh amarah dan dominan.

Begitu menoleh, Ganang langsung merasa senang, “Pak Mulyadi, tolong aku! Kalau

kamu nggak datang, aku pasti akan dipukuli sampai mati.

Mulyadi Jekonia, direktur rumah sakit berjalan menghampiri mereka dan

memelototi Alvaro dengan marah.

“Siapa kamu? Kenapa kamu memukul orang di rumah sakit?!”

Ardika berkata dengan acuh tak acuh, “Aku yang menyuruhnya memukul Ganang.”

“Ya, idiot itu yang menyuruh Bos Alvaro memukulku!”

Tentu saja Ganang tidak berani menyalahkan Alvaro. Dia langsung menunjuk

Ardika dan berkata, “Pak Mulyadi, bocah ini adalah menantu Desi yang beberapa

tahun yang lalu menyebabkan kecelakaan medis di rumah sakit. Nggak hanya itu,

dia adalah pengidap penyakit mental yang bisa kumat kapan saja. Cepat lapor polisi

untuk tangkap dia!”

“Menantu Desi?”

Mulyadi sangat terkejut. Saat mengalihkan pandangannya ke arah Ardika, ekspresi

marahnya langsung menghilang tanpa meninggalkan jejak. Dia bertanya dengan

hati hall, “Kamu adalah Tuan Ardika?”

“Ya, aku orangnya.”

Ardika menganggukkan kepalanya.

Sikap Mulyadi langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Dia bertanya

dengan penuh hormat, “Ternyata Tuan Ardika, ya. Apa yang bisa kubantu?”

“Pak Mulyadi, dia adalah menantu Desi. Menantu orang yang sudah mencoreng nama baik rumah sakit. Kenapa kamu bisa….”

Ganang benar–benar tercengang, bahkan wajahnya yang baru ditampar sudah tidak terasa sakit lagi seolah sudah mati rasa.

Keluarga pasien yang berkerumun di koridor juga tercengang.

Pria itu adalah menantu Keluarga Basagita, mereka sama sekali tidak salah lihat.

Tadi mereka baru saja mengejek orang itu.

Namun, kenapa sekarang Mulyadi malah bersikap begitu hormat padanya?

“Diam kamu!”

Dia menoleh membentak Ganang, lalu berkata dengan dingin, “Dulu, perusahaan

atas nama Tuan Ardika menyumbangkan peralatan medis impor bernilai triliunan

untuk rumah sakit kita ini. Beraninya kamu bersikap lancang di hadapan Tuan

Ardika!”

“Apa? Perusahaannya?”

Ganang menatap Ardika dengan tatapan heran dan mulut ternganga.

Bukankah bocah itu adalah menantu idiot Keluarga Basagita?

Dia sudah terkenal di seluruh Kota Banyuli.

Kapan dia punya perusahaan?!

Semua keluarga pasien juga ikut tercengang.

Sebenarnya apa identitas asli idiot itu?!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.