Bab 258
Bab 258 Kenapa Kedengarannya Seperti Suara Ardika
Yunita langsung berteriak dengan keras, “Siapa?! Siapa yang sengaja memarkir mobil sembarangan seperti ini dan memblokir mobil kami?! Mengendarai mobil balap saja sudah hebat, hah?!
Begitu orang–orang yang kebetulan lewat di tempat itu melihat posisi parkir mobil Yunia, mereka langsung melirik wanita itu dengan sorot mata seolah melihat orang
gila, lalu pergi.
Remon juga datang melihat posisi parkir mobil mereka sejenak. ‘Dasar bodoh!” umpat pria itu dalam hati.
Dia buru–buru menghentikan Yunita. “Jangan berteriak lagi. Kamu sendiri yang
memarkirkan mobil dalam posisi miring. Tadi, aku sudah bilang aku saja yang
memarkirkan mobil, tapi kamu malah bersikeras mau memarkirkan mobil sendiri!”
Tadi, begitu keluar dari mobil, dia langsung pergi membeli rokok. Jadi, dia sama
sekali tidak menyadari istrinya memarkirkan mobil dalam posisi miring seperti ini.
“Remon, kenapa kamu malah menyalahkanku?! Jelas–jelas mereka yang
memarkirkan mobil memblokir mobil kita!”
Karakter Yunita sama seperti ibunya. Dia langsung mencubit suaminya dengan
kesal.
“Sudah cukup!”
Remon berteriak dengan nada rendah, “Sudah kubilang kamu yang memarkirkan mobil dalam posisi miring. Kedua mobil di sisi kanan dan sisi kiri mobil kita terparkir dalam garis masing–masing. Biarpun kamu mencari pemilik mobilnya, tetap kita yang akan disalahkan!”
Dia benar–benar tidak bisa berkata–kata.
Istri bodohnya itu memberhentikan mobil mereka dalam posisi miring sampai- sampai menempati tempat parkir tiga mobil. Sekarang, kedua sisi mobil mereka sudah diblokir oleh mobil lainnya.
Bukan hanya pintu kursi pengemudi saja yang tidak bisa dibuka, pintu kursi
penumpang samping pengemudi juga tidak bisa dibuka.
Remon mengelilingi mobil mereka satu putaran. Setelah melihat–lihat sejenak, dia mendapati ada sebuah kertas yang ditinggalkan di kaca depan mobil Maserati.
“Untung saja pemilik mobil ini sengaja meninggalkan nomor ponselnya.”
Remon mengambil secarik kertas itu, lalu menghubungi nomor yang tertera di
atasnya.
“Halo?”
Begitu panggilan telepon tersambung, suara Ardika langsung terdengar dari ujung
telepon.
“Halo, Tuan, mobil Maserati itu adalah milikmu, ya? Tolong geser mobilmu sebentar.”
“Oke, tunggu aku beberapa menit. Aku masih ada urusan di sini.”
“Tunggu, Tuan, suaramu…. Aneh, kenapa kedengarannya seperti suara Ardika?”
Tiba–tiba, ekspresi terkejut terlukis jelas di wajah Remon.
“Ardika?”
Novi meludah dan berkata, “Remon, kamu pasti salah dengar. Bagaimana mungkin.
idiot itu?”
Yunita mendengus dan berkata dengan nada meremehkan, “Ya, dia hanyalah pecundang. Kalau dia benar–benar mampu membeli mobil balap, aku akan
memakan ban mobil!”
“Hmm, sepertinya aku memang salah dengar.”
Remon buru–buru berkata, “Halo, Tuan, apa kamu bisa cepat sedikit? Kami sedang
buru–buru mau pergi makan. Halo… halo…”
“Ada apa orang ini? Kenapa dia memutuskan sambungan telepon begitu saja?!”
Remon meletakkan ponselnya dengan marah.
“Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Kalau dia nggak datang–datang juga, apa kita harus tetap menunggu di sini?”
Sebuah ide buruk terlintas dalam benak Yunita. “Bagaimana kalau kita
menggunakan kunci mobil untuk membuka atap mobil kita, lalu merangkak masuk ke dalam mobil, lalu mengeluarkan mobil kita secara paksa?”
Mendengar ucapan istrinya, Remon terkejut bukan main.
“Apa kamu sudah gila? Bagaimana kalau Maserati di samping mobil kita tergores.
Plat mobilnya saja belum diganti, jelas–jelas itu adalah mobil baru. Selain itu, Maserati ini juga sudah dimodifikasi secara khusus. Siapa yang tahu harganya berapa miliar? Apa kamu sanggup mengganti rugi?!”
Yunita hanya mendengus tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.
Novi segera membujuk putrinya. “Kita tunggu saja. Pemilik mobil itu sudah bilang dia akan segera datang, ‘kan? Lagi pula, orang yang punya mobil balap seperti ini pasti berlatar belakang nggak biasa, bukan seseorang yang bisa kita provokasi.”
“Apa boleh buat, kita terpaksa harus tunggu.”
Di sisi lain, seulas senyum jahat tersungging di wajah Ardika saat dia memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Dia tidak menyangka, mobil Mercedes yang diblokir oleh mobilnya adalah milik
Remon.
“Rasakan kalian, siapa suruh kalian memandang rendah orang?” gumam Ardika pada dirinya sendiri.
“Kamu bergumam apa lagi?!”NôvelD(ram)a.ôrg owns this content.
Desi memelototinya, lalu bertanya, “Oh ya, aku meminta Luna untuk ke sini, kenapa malah kamu yang ke sini?!”
“Ibu, Luna sangat sibuk dengan pekerjaannya. Aku yang datang juga sama saja, ‘kan?
Desi mendengus dan berkata, “Kamu bilang kamu yang datang juga sama? Kamu datang hanya mempermalukanku saja! Aku sama sekali nggak ingin bertemu
denganmu!”
Ardika tidak mengucapkan sepatah kata pun.
“Ayo, kita ke lantai atas.”
Dengan memasang ekspresi dingin, Desi berjalan di depan, sedangkan Ardika
mengikutinya dari belakang. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di sebuah bangsal di lantai enam.
Begitu melihat mereka memasuki bangsal, Darius dan Susi langsung bertanya dengan marah, “Hei, kenapa kalian baru datang sekarang? Apa kalian sudah membawa uang untuk biaya rawat inap Viktor!”
Melihat Viktor yang berbaring di atas tempat tidur, ekspresi Ardika langsung berubah menjadi muram.