Menantu Pahlawan Negara

Bab 229



Bab 229 Istriku Adalah Luna Basagita

“Sayang, ada orang yang nggak membiarkanku pulang. Setelah aku membereskannya, aku akan segera pulang.”

Selesai berbicara, Ardika langsung memutuskan sambungan telepon.

“Ardika, Ardika ….”

Luna meletakkan ponselnya dengan diselimuti perasaan cemas, lalu segera menelepon Tina.

“Luna, aku benar–benar minta maaf. Aku nggak menyangka Alvaro bajingan itu berani menghancurkan mobilmu. Sekarang aku sedang membawa orang ke tempat perjudian. Jangan khawatir, aku pasti akan membalaskan dendammu ini!”

Di ujung telepon, aura membunuh yang kuat terdengar dari nada bicara Tina.

Sebelumnya, dia menelepon Alvaro dan meminta pria itu untuk mengembalikan mobil Luna.

Tidak hanya mempermalukan dirinya dengan menghancurkan mobil Luna, Alvaro bahkan sengaja melakukan siaran langsung saat mobil kesayangan Luna itu dihancurkan.

Jelas–jelas ini adalah bentuk provokasi!

Dengan temperamen buruk Tina, tentu saja dia tidak tahan diprovokasi seperti ini.

Tanpa banyak bicara lagi, dia langsung membawa anak buahnya menuju ke tempat perjudian.

Saat ini, Luna benar–benar tidak berpikir untuk membalas dendam lagi. Dia buru–buru berkata, “Tina, tolong bantu aku selamatkan Ardika.

Dia sedang menghancurkan tempat perjudian Alvaro. Tadi, aku baru saja meneleponnya dan memintanya untuk segera pulang. Tapi,

sepertinya ada orang yang nggak membiarkannya pulang. Tolong bantu aku selamatkan dia!”

Tina mengutuk dalam hati, ‘Dasar cari mati!‘ Content © NôvelDrama.Org 2024.

“Luna, kenapa suami idiotmu ini suka sekali mencari masalah?”

“Aku akan berusaha untuk pergi ke sana secepat mungkin. Tapi, aku beri tahu kamu terlebih dahulu. Saat aku sampai di tempat perjudian

nanti, mungkin saja dia sudah mati atau cacat, kamu jangan salahkan aku. Siapa suruh dia yang nggak punya kemampuan malah berlagak

hebat….”

Selesai berbicara, Tina langsung memutuskan sambungan telepon.

Begitu mendengar ucapan sahabatnya, Luna ketakutan setengah mati.

“Ardika, kamu harus bertahan dan kembali dengan selamat.”

Sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah mendoakan keselamatan Ardika.

Saat ini, Darius menghampirinya dan berkata dengan tajam, “Luna, aku nggak peduli suami pecundangmu itu sudah mati atau masih hidup. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Viktor, aku nggak akan melepaskan kalian begitu saja!”

“Ya, kalau dari awal kalian meminjam uang empat miliar dan menyerahkannya pada Alvaro, situasi nggak akan menjadi seperti ini. Kalian jelas–jelas berniat untuk mencelakai putraku!”

Susi juga memelototi Luna sekeluarga.

Mendengar ucapan mereka, perasaan Desi juga campur aduk. Dia mulai menyalahkan Ardika. “Jelas– jelas masalah bisa diselesaikan dengan meminjam empat miliar, tapi Ardika malah berlagak hebat dan menemui bos tempat perjudian itu. Sekarang, dia bukan hanya nggak membawa pulang Viktor, dia sendiri juga ditahan di sana. Bukankah tindakannya itu sama saja memperburuk situasi?”

“Ibu, Ardika melakukan semua ini demi mengambil mobilku kembali, dia melakukan semua ini demi aku.”

Luna segera angkat bicara untuk membela Ardika.

“Kamu bilang dia melakukan semua ini demi kamu, tapi apa dia punya kemampuan untuk melakukan hal seperti itu?!”

Desi berkata dengan marah, “Apa yang Tina katakan memang benar. Dia nggak punya kemampuan, tapi malah berlagak hebat. Dia

bertindak seperti ini bukan hanya sekali atau dua kali. Aku lihat sebaiknya kamu segera bercerai dengannya. Kamu harus tahu bukan

setiap kali keluarga kita tertimpa masalah, ada orang yang membantu kita!*

Luna mencengkeram ponselnya dengan erat, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi.

Sementara itu, di dalam tempat perjudian, Ardika menyimpan ponselnya dan mengalihkan pandangannya ke arah sekelompok orang yang berjalan memasuki tempat perjudian. 1

Pemimpin kelompok itu adalah seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan jas dan memasang ekspresi dingin.

Di belakangnya, ada sepuluh orang petarung dengan langkah mantap dan aura yang kuat.

Sepuluh petarung ini tidak lebih lemah dibandingkan dengan Seto.

“Kak Tamo, akhirnya kalian datang juga!”

Begitu melihat kedatangan sekelompok orang itu, akhirnya Alvaro yang tergeletak di lantai berani berbicara. Dia menunjuk Ardika dan berteriak dengan marah, “Cepat! Cepat suruh anak buahmu bunuh bocah itu. Dia sudah menghajar anak buahku dan menghancurkan

tempat ini, bahkan aku juga hampir dihajar sampai mati olehnya!”

Pria paruh baya ini bernama Tarno, anak buah yang sudah mengikuti Billy, pamannya selama bertahun–tahun.

Tarno mengerutkan keningnya, dia tidak langsung bergerak.

Ardika berani menghancurkan tempat ini dan masih sangat muda, kemungkinan besar latar belakangnya tidak biasa.

Dia harus mencari tahu latar belakang pemuda di hadapannya ini terlebih dahulu baru memutuskan untuk bertindak.

Tarno mengamati Ardika dari ujung kepala ke ujung kaki, lalu bertanya dengan suara rendah, “Teman, aku masih nggak familier dengan wajahmu, sepertinya kamu bukan berasal dari Kota Banyuli, ‘kan? Kalau boleh tahu, bagaimana Tuan Muda Alvaro memprovokasimu? Apa kamu sampai perlu menghancurkan tempat perjudian dan mobil–mobil para tamu hingga hancur berantakan seperti ini?”

Menghadapi orang yang berbicara logika, Ardika juga bersedia berbicara logika.

Dia berkata dengan santai, “Istriku nggak ada dendam dengannya, tapi dia malah menghancurkan mobil kesayangan istriku. Jadi, wajar saja aku menghancurkan tempat ini, ‘kan?”

Tarno mengira Ardika tidak bersedia mengekspos identitasnya, dia bertanya lagi, “Teman, siapa istrimu?”

Ardika meliriknya sekilas, lalu berkata dengan datar, “Jangan coba–coba mencari tahu latar belakangku. Istriku adalah Luna, manajer

umum Grup Agung Makmur.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.