Bab 227
Bab 227 Lebih Baik Memprovokasi Alden Daripada Memprovokasi Billy.
“Pemuda ini sangat hebat, ya. Bahkan Seto, orang paling kuat di tempat perjudian ini juga bukan tandingannya dan berakhir mengenaskan
di tangannya.”
“Benar, sebelumnya aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri beberapa pemuda lulusan seni bela diri disuruh bos mereka untuk membuat keributan di sini. Tapi, pada akhirnya mereka semua dilumpuhkan oleh Seto seorang diri!”
*Cih, memang apa gunanya dia pandai berkelahi? Apa kalian nggak dengar baru saja Bos Alvaro memerintahkan dua puluhan anak buahnya untuk membunuh pemuda itu? Mereka semua bersenjata lengkap, sedangkan pemuda itu harus menghadapi mereka dengan
tangan kosong. Sepertinya hari ini nyawa pemuda itu akan melayang di sini!”
Tepat pada saat tatapan semua orang tertuju pada Ardika dan sedang berdiskusi dengan satu sama lain, anak buah Alvaro yang berjumlah dua puluhan orang itu langsung mengeluarkan senjata mereka dan menerjang ke arah Ardika untuk membunuhnya.
Sebagai bos mereka, biasanya Alvaro selalu bermurah hati pada mereka.
Hari ini, Seto sudah dikalahkan oleh Ardika, siapa pun di antara mereka yang mampu menundukkan Ardika pasti akan menerima banyak
bonus.
Bagi orang–orang ganas yang hanya memikirkan uang tanpa memedulikan keselamatan nyawa sendiri itu, Ardika bagaikan setumpuk uang yang sedang menanti mereka!
Seorang pria kekar dengan bekas luka sayatan di wajahnya menerjang di paling depan sambil mengayunkan pisau besi seberat sepuluh kilogram dan memancarkan aura membunuh yang kuat.
Dia menyipitkan matanya dan menatap leher Ardika dengan erat. Sorot matanya tampak sangat tajam.
Dia langsung mengayunkan pisau besi dalam genggamannya dan mengarahkannya ke leher Ardika.
Saking ketakutannya, beberapa tamu yang bernyali kecil langsung memejamkan mata mereka dengan rapat, seolah–olah sudah membayangkan leher Ardika akan terpenggal dan darah pemuda itu akan muncrat ke mana–mana.
“Dasar cari mati!”
Ardika tertawa dingin sambil sedikit memiringkan tubuhnya. Pada saat menghindari serangan pisau baja tersebut, tiba–tiba dia mengangkat kakinya dan menendang tulang kaki pria itu hingga patah.
“Ah….”
Saat pria itu sedang berlutut dan mengerang kesakitan, Ardika sudah merampas pisau baja dalam genggaman pria itu.
Tanpa ragu, Ardika langsung memotong satu lengan targetnya. Dalam sekejap, dengan iringan suara teriakan menyedihkannya, darah beserta lengannya yang sudah patah beterbangan dan muncrat ke mana–mana.
Masih merasa kurang puas, Ardika langsung menendang targetnya hingga terpental dan menabrak beberapa rekannya hingga terjatuh.
Kemudian, sambil mengayunkan pisau bajanya, Ardika bergegas menerjang ke kerumunan anak buah Alvaro jtu.
Selanjutnya, yang terdengar adalah teriakan menyedihkan orang–orang itu.
Hanya dalam sekejap, dua puluhan petarung sudah terjatuh ke tanah dengan bersimbah darah dan berteriak dengan menyedihkan.
Begitu memasuki tempat perjudian, Romi langsung disambut dengan pemandangan ini.
Sorot mata kagumnya pada Ardika tampak makin dalam.
Awalnya, aku berencana memanggil Geri dan yang lainnya untuk membantu Tuan Ardika membereskan Alvaro sialan ini. Siapa sangka, Tuan Ardika sudah membereskannya seorang diri! Tapi, kalau dipikir–pikir, identitas Tuan Ardika memang nggak biasa. Wajar saja dia bisa mengalahkan mereka semua dengan mudah seorang diri. Tuan Ardika adalah Dewa Perang yang mengalahkan jutaan pasukan musuh seorang diri! Semua anak buah Alvaro ini bukan apa–apa di mata Tuan Ardika!‘
Di tempat perjudian yang tampak kacau balau ini, hanya terdengar suara teriakan menyedihkan anak buah Alvaro.
Sementara itu, orang–orang lainnya di tempat itu, termasuk Alvaro sendiri tampak pucat pasi dan sama sekali tidak berani bersuara.
Ardika melemparkan pisau baja dalam genggamannya, lalu melirik Alvaro dan berkata, “Sini kamu.”
Sekujur tubuh Alvaro bergetar dengan kencang. Dengan tubuh gemetaran, dia berjalan menghampiri Ardika dengan sangat lambat. Dia membungkuk dan menangkupkan tangannya di hadapan Ardika dan berkata, “Teman, sepertinya ada kesalahpahaman di antara kita ….
“Plak
Ardika langsung melayangkan tamparan ke wajah Alvaro sampai–sampai pria itu terpental dan terjatuh ke tanah.
Wajah Alvaro langsung bengkak, sudut bibirnya mengeluarkan darah, benar–benar terasa sangat menyakitkan.
“Sini kamu,” kata Ardika tanpa ekspresi.
Alvaro merangkak berdiri dengan ketakutan, lalu berkata dengan tatapan tajam dan gigi terkatup, “Aku nggak peduli siapa kamu. Hari ini kamu sudah pasti akan mati. Masih ada orangku yang dalam perjalanan ke sini ….”
Plak!
Saking cepatnya pergerakan Ardika, tidak ada seorang pun yang melihat kapan Ardika berjalan menghampiri Alvaro. Hanya dalam sekejap mata, Ardika melayangkan tamparan lagi ke wajah targetnya.
Alvaro kembali terpental
“Sini kamu.”
Alvaro berusaha bangkit dengan susah paya, lalu berteriak dengan keras, “Apa kamu tahu siapa aku? Aku adalah keponakan Billy ….”
Ardika kembali menghampirinya dan melayangkan tamparan ke wajahnya hingga dia terpental lagi.
Sementara itu, ekspresi para tamu langsung berubah drastis.
*Apa? Temyata Bos Alvaro adalah keponakan Billy!” This is from NôvelDrama.Org.
“Kata orang–orang, lebih baik memprovokasi Alden daripada memprovokasi Billy. Maksud dia Billy yang itu? Pantas saja Grup Lautan Berlian bukan apa–apa di matanya!”