Menantu Pahlawan Negara

Bab 219



Bab 219 Dua Miliar Terakhir

“Ardika, ya? Cepat keluar dari sini!” kata Viktor sambil menunjuk ke arah pintu.

Dia memasang ekspresi arogan dan percaya diri, seolah-olah Vila Cakrawala adalah miliknya.

Sorot mata Ardika langsung berubah menjadi dingin. “Vila ini adalah milikku! Kamu yang harus keluar dari sini!”

Melihat Viktor dan orang tuanya mengotori dan membuat keadaan di dalam vila menjadi kacau balau, dari tadi kekesalan sudah menyelimuti hati Ardika.

Sebelumnya, dia berpikir karena Luna sekeluarga berutang nyawa pada Keluarga Lasman, dia tidak terburu-buru mengusir mereka keluar.

Namun, sekarang dia yang merupakan pemilik vila ini malah diusir keluar.

Sungguh konyol!

Viktor tertawa dingin dan berkata, “Hei, lelucon konyol apa yang kamu bicarakan? Kamu bilang vila ini milikmu? Karnu hanya seorang menantu yang mengandalkan istrimu, kamu nggak lebih hanya seorang pecundang!”

Saat berbicara, sorot matanya berubah menjadi ganas. Sambil menggulung lengan bajunya ke atas, dia berjalan menghampiri Ardika. “Masih nggak mau pergi, ya?! Kalau begitu, aku akan memukulmu keluar dari sini!”

Tiba-tiba, dia mengangkat kakinya dan mengarahkan tendangan keras ke arah Ardika.

Sorot mata penuh amarah sudah memenuhi mata Ardika. Dia langsung mengangkat kakinya untuk menahan serangan itu. Dalam sekejap. betis Viktor bertabrakan dengan punggung pahanya.

Sensasi yang dirasakan oleh Viktor adalah seolah kakinya bertabrakan dengan baja.

“Ah…..”

Viktor berteriak dengan histeris, wajahnya langsung memerah dan berkedut.

“Sialan! Berani sekali kamu melawanku!”

Viktor mengangkat tangannya dan melayangkan tamparan ke wajah Ardika.

Ardika mendengus, lalu menarik lengannya. Begitu kilatan tajam melintas di matanya, Ardika langsung mengerahkan sedikit kekuatannya untuk memutar tangan targetnya. Dalam sekejap, suara teriakan histeris Viktor kembali menggema di seluruh ruang tamu.

“Ardika, jangan!” teriak Luna tiba-tiba dan bergegas berlari menghampiri suaminya.

Dia tahu kalau Ardika pasti akan menghajar targetnya dengan kejam. Kalau dia tidak segera menghentikan suaminya, lengan Viktor pasti akan patah, bahkan tulang lengannya akan hancur berkeping-keping!

Ardika mengerutkan keningnya dan melepaskan pria itu.

Luna menghela napas lega. Kemudian, dia menggandeng lengan Ardika dan berkata, “Lepaskan saja dia. Dia berbeda dengan orang- orang sebelumnya.”

“Apa bedanya dia dengan orang-orang sebelumnya? Dia nggak lebih hanya seorang pecundang yang nggak tahu diri.”

Ardika melirik Viktor yang terduduk dengan tidak berdaya di tanah dengan sorot mata dingin.

Dia tahu maksud Luna. Luna sekeluarga sudah berutang besar pada Keluarga Lasman.

Namun, dia sudah melihat karakter asli keluarga ini dengan jelas.

Mereka sengaja mengungkit Laura yang sudah meninggal bukan karena mereka sedih kehilangan Laura, melainkan mereka sengaja memanfaatkan kebaikan hati Luna sekeluarga untuk memeras uang.

Sesungguhnya, mereka sama sekali tidak memedulikan kematian Laura.

Viktor terduduk di lantai dengan tidak berdaya.

Walaupun pada akhirnya Ardika melepaskannya, tetapi saking kesakitannya dia sampai berkeringat dingin dan merintih kesakitan.

1/2

+15 BONUS

Melihat putra mereka terduduk tak berdaya di lantai, Darius dan Susi buru-buru menghampiri Viktor dan memapah putra mereka berdiri.

Sambil memapah putranya, Susi berteriak dengan marah. “Desi, berani sekali menantu pecundangmu ini main tangan pada putraku! Keluarga kalian sudah mencelakai putriku, apa sekarang kalian masih mau mencelakai putraku?!”

“Kak Susi, Ardika mengidap gangguan mental, nggak bisa dirangsang seperti itu. Dia nggak sengaja melakukannya.”

Desi buru-buru memberi penjelasan. Walaupun dia tahu Ardika tidak mengidap gangguan mental, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain memberi penjelasan seperti itu.

Kalau dia mengakui Ardika memang sengaja main tangan pada Viktor, keluarga ini pasti akan membuat keributan besar.

Selesai berbicara, Desi memelototi Ardika dan berkata, “Jangan berbicara lagi. Kalau nggak, aku akan mengusirmu keluar!”

Tidak ada perubahan pada ekspresi Ardika, tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi.

Setelah duduk di sofa selama beberapa saat, Viktor mengalihkan pandangannya ke arah Ardika. Dalam sorot matanya, terlihat ketakutan dan kekejaman.

*Berani sekali kamu memperlakukanku seperti ini! Awas saja kamu!”ConTEent bel0ngs to Nôv(e)lD/rama(.)Org .

“Viktor, biarkan saja menantu pecundang itu, meminta uang adalah hal yang paling penting!”

Kemudian, Susi mengalihkan pandangannya ke arah Desi dan berkata, “Putraku berencana untuk berbisnis sendiri, jadi hari ini kamu harus memberi kami uang sebesar dua miliar ini. Kalau nggak, kami akan tetap tinggal di sini. Aku nggak percaya kamu berani mengusir kami dari sini. Kalau sampai kamu melakukan hal seperti itu, putriku pasti akan menghantuimu!”

Desi menghela napas dengan tidak berdaya, lalu berbalik dan masuk ke dalam kamar.

Sesaat kemudian, dia keluar dengan membawa selembar kartu bank.

Di dalam kartu bank ini ada dua miliar. Uang ini adalah uang yang sebelumnya dipinjam oleh Luna dari Tina untuk mengundang Jinto dan Romi membantu Ardika dalam acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Bahan Bangunan.

Saat Luna berniat untuk mengembalikan uang ini kepada Tina, Tina mengatakan uang ini dia berikan pada orang tua Luna sebagai bentuk

penghormatan.

Desi tidak menyentuh sepeser pun dari uang itu. Awalnya, dia berencana menyimpan uang itu untuk Handoko.

Tidak lama lagi putranya akan lulus kuliah. Kelak, baik mencari pekerjaan maupun berbisnis sendiri, putranya pasti membutuhkan uang.

Namun, sekarang dia tidak punya pilihan lain selain menyerahkan uang itu kepada Keluarga Lasman.

Dia menyerahkan kartu bank itu kepada Susi dan berkata dengan lemah, “Di dalam kartu bank ini ada dua miliar. Dua miliar ini adalah uang erakhir yang keluarga kami miliki.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.