Bab 680
Bab 680
Mendengar pertanyaan Selena, William tersenyum puas. Seakan–akan dia akhirnya menang dari kekalahan sebelumnya.
“Kak Selena, Jangan khawatir. Aku dan Kak Harvey mengalir darah yang sama, jadi bagaimana mungkin aku mencelakainya, ‘kan? Aku secara khusus pergi menyelamatkannya. Hanya saja, dia mengalami luka serius dan sedang diselamatkan.”
“Apa yang terjadi padanya? Sekarang di mana?”
Leo tiba–tiba menyela, “Kamu bilang dia ada di tanganmu, mana buktinya?”
William menunjukkan video yang hanya berdurasi beberapa detik di ponselnya. Ada seorang prial terbaring di ranjang rumah sakit dengan memakai masker oksigen dan di sekitarnya ada dokter–dokter yang sedang melakukan penyelamatan. Namun, hanya samar–samar dapat melihat wajah pria itu. adalah Harvey.
“Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Setelah diselamatkan oleh para dokter, nyawanya sudah tidak dalam bahaya. Kalian nggak perlu
khawatir, Kakak adalah pion pentingku, jadi mana mungkin aku membiarkan sesuatu terjadi padanya.”
kan?”
Merasa dirinya berada di posisi unggul, William tidak berpura–pura lagi dan langsung menyebut Harvey
sebagai pionnya.
“Kamu ingin membuatku percaya hanya dengan video ini?”
“Terserah Kakek percaya atau nggak. Hanya saja, kalau kamu nggak mau mengakui aku sebagai anggota Keluarga Irwin, makan dia juga bukanlah kakakku. Kalau para dokter itu nggak mau bekerja dengan sungguh–sungguh, jangan salahkan aku, ya, Kek.”
“Dasar bocah busuk!” seru Leo yang marah sambil meraih kerah baju William.
Meskipun begitu, William tetap dengan tenang berkata, “Kakek jangan marah, kalau marah bisa–bisa memperburuk kesehatanmu. Aku juga nggak ingin seperti ini. Siapa suruh kamu nggak mau mengakuiku. Aku hanya ingin mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”
Wandi dan Selena bergegas menghampiri Leo. Mereka takut Leo akan kenapa–kenapa karena terlalu
emosi.
“Kek, istirahatlah dulu. Kita bisa bicarakan hal ini secara perlahan–lahan, yang penting Harvey masih
hidup,” ujar Selena.
Wandi menambah, “Benar, Tuan. Di saat seperti ini, Anda harus menjaga kesehatan Anda.”
Leo menghela napas dengan berat. Akhirnya dia berhasil mengatur napasnya kembali normal. “Biarkan
aku bertemu dengannya,” ujar Leo.
“Nggak bisa. Karena begitu Kakek tahu di mana di berada, aku akan kehilangan kartu as ini. Setelah
Kakek mengakuiku aku adalah anggota Keluarga Irwin di pesta ulang tahunmu, aku tentu akan
membiarkan kalian bertemu dengan Kak Harvey.”
Leo menatap dengan tatapan yang kejam dan berkata, “Kamu memang seperti ibumu, penuh dengan
ambisi.”
Mendengar itu, William tidak marah. Dia malah tersenyum dan berkata, “Bukankah bagi Keluarga Irwin,
menjadi kejam lebih memiliki masa depan? Ya, ‘kan, kakekku yang baik?”
Leo terpaksa menyetujui permintaan William. Karena jika apa yang dikatakan William itu benar, berarti
nyawa Harvey masih berada dalam bahaya dan bukan waktu yang tepat dia mempermasalahkan hal– hal
ini.
Mendapatkan apa yang diharapkan, William tersenyum dan berkata, “Terima kasih atas pengertian Kakek. Sudah seharusnya seperti ini, kita semua adalah keluarga. Kalau begitu, aku, Ayah dan Ibu
pindah kemari, Kakek nggak akan keberatan, “kan?”
Leo menahan amarah yang menumpuk di dadanya. “Terserah kamu. Aku sudah menyetujui syaratmu, jadi aku ingin melihat lebih banyak video Harvey. Lebih baik lagi kalau bisa melakukan panggilan
dengannya.”
“Kak Harvey baru selesai menjalani operasi. Belum sadar. Jadi, mustahil untuk melakukan panggilan video dengannya. Tapi soal video nggak masalah, nanti aku akan menyuruh orang untuk
mengirimkannya.”
“Kek, raut wajahmu terlihat kurang sehat. Apa aku perlu mengantarmu kembali ke kamar untuk istirahat?”
“Nggak perlu!”
Irwin dengan angkuh memerintahkan. “Baiklah. Toh, aku juga masih ada banyak urusan lain, jadi nggak ada waktu untuk menemanimu. Pelayan, panggil orang untuk menyiapkan tiga kamar bersih.” © 2024 Nôv/el/Dram/a.Org.
Wandi melirik Leo sejenak, lalu berkata dengan putus asa, “Baik.”
“Aku harap ke depannya kamu memanggilku dengan panggilan Tuan Muda William‘.”