Bab 292
Bab 292
Selena tahu bahwa Isaac sudah melakukan persiapan yang lengkap dan dia juga sudah menghubungi beberapa orang sebelumnya. Namun, saat proses pemindahan Arya masih saja terjadi hal yang tidak terduga.
Isaac masih belum kembali pada waktu yang sudah ditentukan. Malam ini gelap gulita bagaikan terendam oleh warna tinta, tidak ada satu bintang pun yang terlihat di langit.
Di dalam halaman masih hangat, bunga sakura terbang di bawah cahaya lampu yang lembut. Selena khusus membuat bola doa dan menggantungkannya di cabang pohon.
Angin membuat lonceng yang tergantung di bola doa berayun ke kiri dan ke kanan. Suara lonceng yang terus—menerus berbunyi membuat Selena gelisah dan berkeringat dingin untuk Isaac.
“Ting, ting, ting...”
Saat lonceng berayun dengan keras, bola merah kecil yang seharusnya tergantung dengan kokoh di cabang pohon terlepas oleh angin dan mengeluarkan suara yang membuat orang merasa tidak nyaman.
Bola merah menggelinding di jalan batu putih. Sebelum Selena bisa menangkapnya, bola tersebut sudah berguling ke kaki seseorang.
Isaac mengambil bola merah tersebut sambil tersenyum cerah kepada Selena di bawah lampu pohon,” Kak Selena, aku pulang.”
Selena berlari beberapa langkah menuju ke arah Isaac dengan wajah penuh kecemasan, “Isaac, kamu baik—baik saja?”Content from NôvelDr(a)ma.Org.
Isaac menggelengkan kepala. Jari—jari panjangnya yang ramping bermain—main dengan bola merah di tangannya. “Dengan adanya doa tulus dari Kakak, mana mungkin aku nggak baik—baik saja? Meski ada beberapa kesulitan, untungnya Paman Arya sudah aku bawa pergi. Barusan aku mengantarnya ke tempat yang aman, jadi sedikit memakan waktu. Maaf bikin Kak Selena khawatir.“.
Selena akhirnya merasa lega setelah mendengar penjelasan Isaac, “Kamu menemui masalah apa?” “Ada beberapa kelompok orang selain orang—orang dari kami, bahkan mereka berani menembak warga sipil yang nggak bersalah, orang—orang Harvey juga datang.”
Selena pun langsung terkejut, “Pasti dia yang ingin memanfaatkan ayahku buat memaksaku keluar! Nggak ada korban jiwa, ‘kan?”
Isaac berpikir tentang orang yang tergeletak di bawah dan darahnya mengotori dinding putih. Senyum di
sudut mulutnya pun masih terlihat polos, “Waktu itu sangat kacau, aku cuma peduli dengan Paman Arya dan nggak memperhatikan orang-orang itu. Untungnya kali ini aku menyewa tentara bayaran dan
122 +15 BONU
beberapa orang yang kamu suruh tetap tinggal membuka jalan bagi kami agar bisa keluar meski dengan berdarah—darah. Kalau nggak, mungkin aku nggak akan pernah bisa melihatmu lagi hari ini.”
Saat melihat Isaac sedikit menarik bahunya dengan tidak wajar, Selena segera melangkah maju, “Kamu terluka?” “Nggak, kok. Kak Selena nggak usah khawatir.”
“Isaac!” Selena berkacak pinggang. Dia sudah mencium bau darah yang kuat.
Ketika Selena berbalik ke belakang Isaac, dia mendapati bahwa mantel putih Isaac sudah berlumuran darah. “Kamu berdarah.”
“Bukan apa—apa, ini cuma luka kecil. Aku sudah membalutnya, pasti tadi karena buru-buru makanya nggak terbalut dengan rapi. Aku ...
#7
Selena sibuk menarik tangan Isaac dan membawanya masuk ke dalam rumah, “Kamu ikut aku masuk!” Pada saat masuk ke dalam ruangan, Selena sama sekali tidak menyadari senyuman di bibir Isaac. Selena buru-buru mengambil kotak P3K, kemudian membuka baju Isaac.
Ketika melihat Isaac dengan seenaknya menyobek kemeja sebagai perban lukanya dan memperlihatkan luka mengerikan terbuka di depan mata, Selena tidak dapat menahan diri untuk mengomel, “Kok bisa kamu dapat luka sepanjang ini? Kamu masih bilang baik—baik saja?”
Isaac menjulurkan lidahnya, dengan tampang remaja yang tidak berdaya, “Pasti saat itu aku fokus melindungi Paman Arya sampai nggak sadar terkena tebasan. Lihatlah, bukankah aku dalam keadaan baik—baik saja di sini? Aku nggak kenapa— kenapa, ‘kan?”
Air mata asin jatuh di punggung Isaac, Isaac pun sedikit memiringkan tubuh untuk melihatnya.
Selena asal—asalan mengusap air matanya dengan tangan, tetapi dia tanpa ragu membalut luka Isaac sambil bergumam, “Maaf, Isaac. Aku nggak bermaksud menyeretmu dalam masalah ini, sekarang kamu juga ikut terluka.”
Dalam benak Selena penuh dengan kekhawatiran, takut Isaac juga memprovokasi wanita gila itu.
“Kak Selena, aku sendiri yang nggak hati-hati, lantas apa hubungannya denganmu? Jangan menangis. Selama Paman Arya baik—baik saja, luka kecilku ini bakal sembuh dengan cepat karena aku masih muda dan kuat, aku baik—baik saja.”
Isaac berbalik, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Selena yang penuh dengan jejak air mata. Namun, matanya memancarkan keseriusan yang berbeda, “Paman Arya sudah diselamatkan, kamu bisa meninggalkan Kota Arama denganku tanpa rasa khawatir. Benar, ‘kan?”
beberapa orang yang kamu suruh tetap tinggal membuka jalan bagi kami agar bisa keluar meski dengan berdarah—darah. Kalau nggak, mungkin aku nggak akan pernah bisa melihatmu lagi hari ini.”
Saat melihat Isaac sedikit menarik bahunya dengan tidak wajar, Selena segera melangkah maju, “Kamu terluka?*
“Nggak, kok. Kak Selena nggak usah khawatir.”
“Isaac!” Selena berkacak pinggang. Dia sudah mencium bau darah yang kuat.
Ketika Selena berbalik ke belakang Isaac, dia mendapati bahwa mantel putih Isaac sudah berlumuran darah.
“Kamu berdarah.”
“Bukan apa—apa, ini cuma luka kecil. Aku sudah membalutnya, pasti tadi karena buru-buru makanya nggak terbalut dengan rapi. Aku ...
Selena sibuk menarik tangan Isaac dan membawanya masuk ke dalam rumah, “Kamu ikut aku masuk!” Pada saat masuk ke dalam ruangan, Selena sama sekali tidak menyadari senyuman di bibir Isaac. Selena buru-buru mengambil kotak P3K, kemudian membuka baju Isaac.
Ketika melihat Isaac dengan seenaknya menyobek kemeja sebagai perban lukanya dan memperlihatkan luka mengerikan terbuka di depan mata, Selena tidak dapat menahan diri untuk mengomel, “Kok bisa kamu dapat luka sepanjang ini? Kamu masih bilang baik—baik saja?”
Isaac menjulurkan lidahnya, dengan tampang remaja yang tidak berdaya, “Pasti saat itu aku fokus melindungi Paman Arya sampai nggak sadar terkena tebasan. Lihatlah, bukankah aku dalam keadaan baik—baik saja di sini? Aku nggak kenapa— kenapa, ‘kan?”
Air mata asin jatuh di punggung Isaac, Isaac pun sedikit memiringkan tubuh untuk melihatnya.
Selena asal-asalan mengusap air matanya dengan tangan, tetapi dia tanpa ragu membalut luka Isaac sambil bergumam, “Maaf, Isaac. Aku nggak bermaksud menyeretmu dalam masalah ini, sekarang kamu juga ikut terluka.”
Dalam benak Selena penuh dengan kekhawatiran, takut Isaac juga memprovokasi wanita gila itu.
“Kak Selena, aku sendiri yang nggak hati-hati, lantas apa hubungannya denganmu? Jangan menangis. Selama Paman Arya baik—baik saja, luka kecilku ini bakal sembuh dengan cepat karena aku masih muda dan kuat, aku baik—baik saja.”
Isaac berbalik, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Selena yang penuh dengan jejak air mata. Namun, matanya memancarkan keseriusan yang berbeda, “Paman Arya sudah diselamatkan, kamu bisa meninggalkan Kota Arama denganku tanpa rasa khawatir. Benar, ‘kan?”