Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 267



Bab 267This is from NôvelDrama.Org.

Maisha, yang sudah tiba dari tadi, mengenakan congsam dengan selendang dan terlihat begitu elegan dan mewah. Menggandeng lengan Calvin Wilson, Maisha tersenyum cerah.

Orang yang tidak tahu akan mengira bahwa hari ini adalah acara pertunangan putri kandung Maisha,

Senyum di wajahnya membuat Harvey merasa terganggu.

Chandra Harahap buru-buru menjawab. “Tuan dan Nyonya Wilson berangkat lebih awal untuk

menyambut tamu. Ada sedikit masalah dengan gaun Nona Agatha, Jadi mereka bekerja lembur semnalarn untuk memperbaikinya. Nona Agatha sudah pergl pagi-pagi untuk dirias dan mencoba gaunnya. Nona Agatha seharusnya akan segera tiba.”

Harvey sangat mengenal sifat Agatha. Acara hari ini adalah pertunangan yang berhasil didapatkan oleh Agatha dengan susah payah, tentu saja Agatha akan datang lebih awal untuk pamer. Namun, sudah jam segini, kenapa Agatha belum datang juga?

Semua peralatan di lokasi telah diuji berulang kall, tinggal menunggu kehadiran Agatha untuk memulai acara.

Di udara tercium aroma bunga—bunga yang bermekaran, dan sejauh mata memandang, kerumunan orang dibalut pakaian berbagai warna berjalan dengan anggun.

Ada yang sedang mengobrol, ada yang sedang memotret.

Beberapa anak—anak berlari-lari dengan gembira di bawah pohon, pemandangan yang sangat harmonis. Bahkan Harvest Irwin yang digendong oleh Jena Kernell, dengan penasaran memiringkan kepalanya untuk melihat kelopak bunga sakura yang menutupi langit di atas kepalanya.

Meskipun tidak ada angin, tetap ada beberapa kelopak bunga yang pelan—pelan berguguran.

Harvest mengulurkan tangannya untuk menangkap kelopak bunga yang berjatuhan. Pada saat dia mengangkat kepalanya, satu kelopak bunga jatuh tepat di hidungnya.

Anak kecil itu tidak bergerak, takut kelopak bunga di hidungnya jatuh. Pemandangan ini sangat indah dan menggemaskan.

Maisha melihat ke sekeliling tetapi tidak melihat Agatha. Tanpa sadar dia menarik lengan Calvin, “Kok Agatha belum datang? Jangan-jangan ada masalah?”

“Gadis itu kan memang selalu mementingkan penampilan sejak lahir. Kemarin hanya gara—gara ada masalah kecil pada gaunnya, dia ngotot mengembalikan gaun tersebut dan menyuruh orang buru—buru memperbaikinya dalam semalam. Mungkin saat ini dia masih sedang marah pada seseorang karena masalah gaun itu,” Calvin berkata tanpa daya.

“Tidak bisa begini juga, acara akan segera dimulal, tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Aku akan menghubunginya untuk mendesaknya agar lebih cepat.”

Maisha berkata sambil hendak pergi ketika tiba—tiba Calvin menahannya.

“Jangan sampal kecapekan. Kamu baru keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu. Kemudian, beberapa hari ini kamu juga sibuk dengan urusan Agatha. Aku tahu anak itu selalu memendam rasa tidak puas terhadapmu.”

Maisha tersenyum lembut, “Ibunya sudah meninggal sejak dia masih kecil, karmu Juga kurang peduli padanya sejak kecil, jadi sangat bisa dimengerti kalau dia merasa kecewa. Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk menebusnya.”

“Maisha, aku sangat beruntung bisa memiliki istri sepertimu. Hari Ini Selena tidak datang, apakah dia masih marah pada kita? Pak Arya masih terbaring di rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kamu satu-satunya kerabatnya, aku benar—benar ingin menjaganya dengan baik.”

“Aku tahu kamu punya niat baik, tapi gadis liar itu sudah dimanjakan oleh ayahnya sejak kecil, ditambah dengan kegagalan pernikahan yang membuatnya penuh dengan kebencian. Tidak perlu terlalu memedulikannya, dia akan mengerti ketika dia sudah lebih dewasa nanti.”

Ketika memikirkan pertengkaran mereka semalam, amarah Maisha tersulut.

Tampaknya sejak pulang ke negara sendiri, pertemuan antara Maisha dan Selena selalu berakhir dengan pertengkaran.

Padahal dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk merawat Selena, tetapi Selena sama sekali tidak menghargai usahanya.

Bagi Maisha, Selena seperti anak yang sedang memberontak. Setelah Selena melewati masal memberontak ini, Maisha akan mencoba memperbaiki komunikasinya dengan Selena.

“Aku hubungi Agatha dulu, kamu jaga di sini.”

“Baiklah, jangan sampai kecapekan.”

Maisha berjalan ke bawah pohon sakura dan menelepon nomor Agatha, tetapi panggilan tidak dapat terhubung.

Mungkinkah Agatha sudah di pesawat?

Maisha mulai menghubungi orang-orang yang berada di sisi Agatha, tetapi dia malah mendapatkan -jawaban yang tidak terduga, “Nona sudah naik helikopter dua jam yang lalu. Nona belum sampai?”

Dari Kota Arama ke pulau tersebut hanya butuh setengah jam, Agatha sudah terbang selama dua jam, di

mana dia?


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.