Bab 254
Bab 254
Saat Selena membawa kotak kardusnya dan berjalan menuju lift, dia berpapasan dengan seorang wanita anggun. Wanita itu adalah ketua onun B.
Dia melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi meremehkan. “Benar kan apa kubilang? Orang yang bisa naik jabatan karena tidur dengan atasannya nggak akan bisa bertahan lama.”
Manusia yang paling jahat adalah manusia yang sama sekali tidak pernah berkomunikasi denganmu, tetapi malah berprasangka buruk kepadamu hanya karena mendengar gosip dari orang lain.
Sama seperti Sandra, Hanya karena Selena mendapatkan apa yang tidak berhasil dia dapatkan, dia malah terus-menerus menjatuhkan orang lain.
Selena yang emosinya sudah di ubun—ubun langsung menegakkan tubuhnya dan membalas. “Habis dari kamar mandi nggak cuci mulut dulu, ya? Kotor sekall kata—katamu itul”
“Apa kamu bilang?” Alls Sandra bertaut dan tatapan matanya langsung berubah Jadi tajam.
Selena menatapnya dengan dingin. “Orang yang badannya gemuk itu sedang melatih badannya. Tapi kalau orang kurus sepertimu ini namanya sedang melatih tulang! Masa kenal denganmu itu cuma untuk saling maki saja? Kali ini udah jelas, belum? Kalau masih nggak dengar juga, aku yang akan mengirim orang untuk mengukir namamu di batu nisan saat kamu mati!”
Sandra adalah seorang ketua tim dan belum pernah ada orang baru yang berbicara seperti itu kepadanya. Ekspresi wajahnya langsung berubah.
Selena malas menggubrisnya. Dia menabrak Sandra dan langsung masuk ke dalam lift.
Selena berjalan keluar dari gedung. Bahkan cuaca hari ini pun juga tidak bagus. Cuaca cerah tanpa awan berubah menjadi hujan deras yang lebat.
Selena menoleh ke belakang dan melihat bangunan yang menjulang tinggi ke langit. Dia tahu kalau dirinya sedang diperhatikan dari jendela lantal atas.Text content © NôvelDrama.Org.
Dia sama sekali tidak bisa melihat apa—apa di tempat setinggi Itu dari bawah sini.
Seperti jurang yang memisahkan mereka berdua, mereka tidak pernah cocok sejak semula.
Selena tersenyum. Cinta begitu indah karena dia menyerahkan semua masalah dan kesulitan kepada pernikahan.
Pernikahan adalah printilan yang berantakan dan tidak penting.
Selena datang secara sukarela dan pergi secara sukarela Juga.
Dalam beberapa hari terakhir ini, kehidupan Selena menjadi lebih tenang. Setiap hari, dia menghabiskan banyak waktu untuk menemani ayahnya.
Sementara itu, rencana pengobatan yang akan Selena sendiri jalani juga sudah ada. Setelah melakukan operasi, akan ada dua sesi kemoterapi dan 28 kall radioterapi.
Dokter Ciko mendorong kacamata di hidungnya dan menjelaskan kepada Selena dengan sabar, “Nona Selena, meskipun kondisi Anda tidak terlalu balk, Anda masih beruntung karena tubuh Anda cukup responsif terhadap obat-obatan. Hanya dengan satu kali kemoterapi, Anda sudah bisa mendapatkan hasil yang begitu baik. Saya yakin setelah operasi, tingkat kelangsungan hidup Anda bisa meningkat selama lima tahun.”
Pasien kanker memiliki lima tahun periode kritis. Jika selama lima tahun penyakit kankernya tidak menyebar atau kambuh setelah pengobatan, maka mereka dapat bernapas lega dan hidup dengan
tenang. “Kapan operasinya dijadwalkan?”
“Jumat ini, sebenarnya sumber daya tumor di rumah sakit kami sangat terbatas, tetapi dokter Lewis memerintahkan kami untuk merawat Anda dengan baik. Ditambah lagi kondisi penyakit Anda sudah tidak bisa ditunda lagi. Jadi kami mempercepat jadwal operasi Anda.”
“Hari Jumat...”
Selena berkata dengan lirih. Hari itu adalah hari di mana Harvey dan Agatha bertunangan. “Nona Selena, apa ada masalah?”
“Tidak ada.”
“Baiklah kalau tidak ada. Di sini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, tolong jaga dirimu baik—baik
selama beberapa hari ini.” Dokter Ciko memberikan beberapa lembar catatan kepada Selena. Kemudian, dokter bersikap seolah-
olah dia sedang teringat sesuatu dan bertanya lagi, “Saya dengar ayah Anda juga sedang opname? Kelak, jika butuh tanda tangan keluarga untuk konfirmasi risiko, siapakah yang akan
menandatanganinya?”
Wajah Maisha melintas di pikirannya. Selena menahan rasa tidak nyaman yang dia rasakan dan menjawab, “Saya tidak punya keluarga, apa teman juga bisa?”
“Lebih baik masih dalam lingkup keluarga dekat. Bisa juga suamimu. Nona sudah menikah, ‘kan? Suamimu di mana?”
“Saya sudah bercerai.”
“Lalu mantan suami Nona
Selena langsung memotong perkataan dokter itu. “Saya tidak punya mantan suami, saya sebatang kara.”
Dokter Ciko menggosok—gosok hidungnya dengan canggung. “Maaf, saya sudah mengatakan hal yang membuat Anda sedih.”
Selena tidak menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya, bahkan sedih pun tidak. “Tidak apa—apa, tohi saya juga senang karena dia sudah mati.”